Menilik Lebih Dekat Taman Bumi

Seminar SDG's Series
4 min readJun 5, 2023

--

Dalam Rubrik Bincang SDGs #88 | Oleh: Sani Akmal

Prangko yang menggambarkan keindahan Kawasan Geopark Gunung Sewu: jajaran bukit karst dengan lembah yang dikelola sebagai ladang pertanian dan pantai berkabut tipis di cakrawala.
Prangko yang diluncurkan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X pada 27 Mei 2021. Sumber: DLHK DIY

Ketika berbicara mengenai pantai-pantai indah dan bukit-bukit kapur megah di Gunung Kidul — beberapa dari kita akan berpikir mengenai Geopark Gunung Sewu. Geopark atau taman bumi merupakan sebuah kawasan perlindungan dan pelestarian situs warisan geologi (geoheritage), keragaman bentang alam yang bernilai (geodiversity), keanekaragaman hayati (biodiversity), dan budaya (cultural diversity). Geopark menjadi sebuah living lab bagi riset dan keilmuan geografi dalam mempelajari kaitan antara manusia dengan ruang lingkup di sekitarnya.

Manusia sebagai organisme memanfaatkan lingkungannya dalam kebutuhan terhadap dasar bertahan hidup dan berkembang sesuai tujuan yang diinginkan. Akan tetapi, kebutuhan dan keinginan manusia tidak berimbang dengan siklus alam yang berjalan saat ini, yakni recovery atas keberadaan Sumber Daya Alam (SDA) baik terbarukan maupun tak terbarukan. Manusia mengeksploitasi bahan tambang guna produk teknologi dan konstruksi, pertanian untuk memberi pangan delapan miliar orang, bahkan menelan perdesaan untuk ekspansi perkotaan. Keterbatasan atas alam membentuk inovasi atas cara hidup dan menjamin kehidupan manusia. Namun jika interaksi asimetris ini tetap berlanjut, keberadaan manusia juga terancam sebagaimana keberadaan organisme lain yang hidup berdampingan selama ini. Manusia adalah bagian dari alam, posibilisme bukan menjadi satu-satunya pandangan yang menjamin keberlanjutan peradaban manusia.

Alam memerlukan proteksi dari perambahan manusia yang seakan tiada habisnya. Kalau misal anda bergumam “bukankah sudah ada cagar alam, taman nasional, dan sebagainya?”. Benar, tapi alam tidak sebatas pada makhluk hidup yang tinggal di atasnya. Alam merupakan sebuah sistem keterkaitan antara biotik dan abiotik dalam aliran energi dan siklus nutrien. Abiotik dapat dikelompokkan menjadi batuan, tanah, air dan udara. Aspek abiotik utamanya batuan adalah objek kajian dalam keilmuan geologi dan geomorfologi. Perlindungan terhadap biotik dalam ranahnya juga dapat memuat pelestarian abiotik. Namun perlindungan terhadap aspek abiotik alam secara terkhusus bisa dikatakan late incomer relatif terhadap dengan proteksi keanekaragaman hayati.

batuan metamorf masif yang berdiri pada laut dangkal dengan akumulasi pasir putih dikelilingi terumbu karang dan laut biru.
Pantai Tanjung Kelayang, Geopark Belitung. Sumber: KEMLU

Batuan, struktur, dan susunan bentang lahan dibentuk oleh sistem alam baik endogen maupun eksogen yang memiliki karakteristik tersendiri, sehingga mempengaruhi adaptasi dan jenis makhluk hidup yang tinggal, serta pemanfaatan yang bisa dilakukan. Karakteristik dan keunikan yang kompleks dalam suatu bentang lahan perlu dijaga dan dilestarikan sebagai sebuah objek yang memiliki nilai tinggi, langka, dan tak tergantikan dalam memahami sejarah bumi dan perkembangan terbentuknya suatu wilayah. Pelestarian terhadap situs-situs geologi secara khusus dikembangkan dan dikelola secara kesatuan ruang dalam kawasan geopark, dengan tetap menjaga kekayaan biota dan masyarakat dengan budaya yang tumbuh menyatu dan saling terkait.

Kawasan geopark tidak serta merta menolak kehadiran manusia yang bisa memperparah pandangan ‘alam wajib ditaklukkan’ oleh manusia. Manusia perlu bertanggung jawab atas kerusakan yang dibuatnya. Oleh karenanya taman bumi memiliki tiga pilar utama yakni geokonservasi, geoedukasi dan pengembangan ekonomi lokal. Geokonservasi merupakan inti pelaksanaan geopark dengan tujuan terhadap proteksi atas keragaman warisan geologi, hayati, dan budaya sesuai yang sudah dibahas sebelumnya. Geopark menjadi objek edukasi dan riset bagi berbagai level pendidikan dalam memahami sejarah bumi dan kemanfaatan lain di masa sekarang hingga masa depan. Dalam Geoedukasi ini diharapkan menjamin adanya pembentukan ikatan antara manusia dan lingkungan di masa modern, dan menjadi landasan berpikir bagi masyarakat dan pemangku kepentingan. Masyarakat yang tinggal dalam kawasan taman bumi memiliki hubungan yang sangat erat dengan lingkungannya, membentuk masyarakat pedesaan yang umumnya tradisional pedesaan dengan budaya yang cukup unik. Keterkaitan tersebut memberikan tantangan tersendiri bagi peningkatan kualitas kehidupan masyarakat. Pembangunan masyarakat diawali dengan pertumbuhan ekonomi dengan berbasis kepada masyarakat lokal serta memiliki kesadaran dan bertanggung jawab terhadap lingkungan.

Kontribusi Geopark dalam mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan pada delapan poin yakni 1 tanpa kemiskinan, 4 pendidikan berkualitas, 5 kesejahteraan gender, 8 pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi, 11 pemukiman berkelanjutan, 12 ekonomi bertanggung jawab, 13 penanganan perubahan iklim, 14 ekosistem lautan, serta 17 kemitraan.
Peran Geopark dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan. Sumber: Kementrian Kominfo

Pilar geopark sejalan dengan Pilar Sustainable Development Growth (SDGs) yang mana terdiri atas ekonomi, sosial, dan lingkungan. SDGs merupakan program UNDP (United Nations Development Programme) yang bertujuan dalam peningkatan kualitas hidup masyarakat dengan menyeimbangkan praktik ekonomi, sosial, dan lingkungan.

“… Geopark itu tidak hanya delapan atau sepuluh atau sebelas goals. Geopark itu semua. Jadi sebenarnya geopark ini adalah model pembangunan berkelanjutan itu sendiri.” ucap Bapak Togu Pardede dalam SDGs seminar ke 88.

Hal tersebut memperkuat adanya integrasi antara pelaksanaan SDGs kepada suatu area menyeluruh secara nyata pada satu waktu dan tidak terbatas realisasi beberapa sektor pada wilayah yang berbeda. Sehingga geopark memiliki andil besar dalam pembangunan berkelanjutan dalam konservasi, edukasi, dan ekonomi lokal.

Inisiasi dan pembentukan taman bumi di Indonesia berjalan dengan cepat dikarenakan adanya dukungan institusional pemerintah pusat yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020–2024, Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2019, dan lima keputusan menteri. Terdapat 31 geopark Nasional dan 12 Global Geopark yang diakui oleh UNESCO (Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan kebudayaan PBB) di Indonesia pada tahun 2023. 12 Global Geopark tersebut adalah Geopark Gunung Batur, Geopark Gunung Sewu, Geopark Ciletuh, Geopark Rinjani, Geopark Toba, Geopark Belitung, Geopark Maros, Geopark Gunung Ijen, Geopark Merangin, dan Geopark Raja Ampat. Badan Perencanaan Nasional (Bappenas) memberikan target kunjungan sebesar lima belas juta wisatawan dan setidaknya 100 publikasi penelitian ilmiah mengenai pengembangan geopark hingga tahun 2025. Hal tersebut dijalankan guna menyegerakan dampak dan fungsi geopark sebagai kawasan perlindungan bumi, sarana dan media pengetahuan, serta pembangunan ekonomi masyarakat lokal.

Rubrik Bincang SDGs
Rubrik ini merupakan artikel Seminar SDG’s Series Departemen Geografi Pembangunan UGM bekerjasama dengan HMGP Citrakara Mandala UGM. Terbit secara berkala setiap satu bulan sekali.

Referensi:
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. 2021. Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Nomor 2 Tahun 2021 tentang Petunjuk Operasional Pengelolaan Dana Alokasi Khusus Fisik Bidang Pariwisata.

--

--

Seminar SDG's Series

Departemen Geografi Pembangunan Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada